Penulis;
Dr. Decky C. Kananto Lihu, S.Sos., M.I.Kom
Editor;
Dr. Mardinam, S.Sos., M.I.Kom
Jumlah halaman; 195
Ukuran Buku: A5 (14,8×21)
Versi Cetak; tersedia
Versi E-Book: Tersedia
Berat; 0 Kg
Harga; Rp. 125.000
Sejak terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo telah menjanjikan terwujudnya sembilan agenda prioritas (disebut Nawa Cita). Program ini digagas untuk menunjukkan prioritas Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Selanjutnya, kesembilan program tersebut diwejawantahkan dalam susunan kabinet kerja (Safitri, 2015). Terlebih Indonesia merupakan negara yang memiliki daerah wisata menarik yang dikenal, baik nasional maupun internasional. Antara lain Pulau Bali dan Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sejalan dengan itu, saat ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terus gencar melakukan promosi. Terutama untuk pasar wisatawan mancanegara dalam upaya mewujudkan perkembanganindustri pariwisata. Beberapa provinsi di Indonesia mulai membenahi daerah-daerah yang dapat dijadikan sebagai destinasi wisata. Misalnya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, termasuk juga Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam upaya mewujudkan perkembangan industri pariwisatanya, Provinsi melalui instansi terkait seperti Dinas Pariwisata Provinsi dan Pemerintah Daerah Tingkat II melalui Dinas Pariwisata Kabupaten/ Kota berusaha menata dan mengembangkannya secara terpadu agar calon wisatawan berminat mengunjungi Kalimantan Selatan karena destinasi wisatanya terpadu serta terintegrasi dengan baik. Dalam penyusunan disertasi ini nanti, peneliti memfokuskan pada salah satu destinasi wisata saja, yaitu pasar terapung Lok Baintan yang dalam perencanaan strategi pengembangannya terintegrasi dengan destinasi wisata lainnya seperti pendulangan intan dan destinasi wisata buatan yaitu pusat perbelanjaan Bumi Cahaya Selamat.
Tidak heran penduduk di sana dikenal sebagai pengarung perairan sungai yang handal. Selain sebagai media transportasi, bagi Suku Banjar, sejak dahulu sungai menjadi urat nadi perkembangan budaya. Antara lain sumber perputaran roda ekonomi melalui sistem barter hasil bumi, seperti hasil kebun, pertanian, dan beragam dagangan produksi rumah tangga lain. Transaksi barter menggunakan jukung (sebutan perahu kecil bagi masyarakat Banjar) di atas sungai. Hingga akhirnya kegiatan transaksi masyarakat yang ramai tersebut dikenal sebagai pasar terapung dan untuk saat ini yang bersifat alami ada di wilayah Kabupaten Banjar.
Sebagaimana disampaikan di depan, pembenahan Kawasan wisata Kalimantan Selatan agar berhasil harus dilaukan melalui penataan dan pengembangan secara terpadu meski pelaksanaannya dilakukan secara parsial di masing-masing wilayah Kota/Kabupatennya. Salah satu pelaksanaan secara parsial namun tetap tekoneksi dengan Kawasan wisata lainnya adalah Pasar Terapung Lok Baintan yang terletak di Kabupaten Banjar. Aktifitas barter di pasar terapung Lok Baintan Kabupaten Banjar berlangsung setiap hari sebelum matahari terbit hingga sekitar pukul 09:30 WITA. Sisi keunikan transaksi barter antar pedagang di Pasar Terapung ini, seluruh aktivitas dilakukan di atas air sambil belarut banyu (terbawa arus air). Dari total pedagang, 95% terdiri dari ibu-ibu yang menggunakan tanggui (topi besar) dan pupur dingin anti surya untuk wajah. Mereka pun berkeliling untuk datang menghampiri pembeli dan menawarkan dagangan dengan terus bergerak mengikuti arus sungai. Henky Hermantoro dalam Setyawan, Purnomo, & Mulyadi (2015) menjelaskan konsep wisata kreatif, dimana kegiatan wisata yang dapat mengubah pola pikir wisatawan dari buying product menjadi buying experience. Dengan demikian, wisatawan pada akhirnya menjadi bagian dari manusia kreatif yang dapat berkolaborasi dengan budaya setempat. Mereka kemudian menjadi prosumen (produsen sekaligus konsumen), dan wisatawan tidak lagi hanya pasif melihat budaya lokal.