Penulis: Z A I N O L H U D A
Jumlah halaman: 130
Ukuran buku: A5 (14.8×21)
Versi Cetak: Tersedia
Versi Ebook: Tersedia
Berat: 0 Kg
Harga; Rp. 55.000
S |
ejak awal pesantren didirikan untuk merawat dan melestarikan ilmu-ilmu keislaman abad pertengahan sebagai acuan perilaku keberagamaan umat. Dalam bingkai pelestarian ini pesantren memerankan tiga fungsi konvensional. Pertama, pesantren berfungsi sebagai media transmisi dan transfer ilmu-ilmu keislaman. Penularan ilmu-ilmu keislaman di pesantren dilakukan dengan berbagai cara yang sudah mentradisi dan khas ala pesantren.[1] Kedua, fungsi pesantren adalah sebagai lembaga yang menjaga dan mempertahankan tradisi Islam. Pada fungsi kedua ini pesantren menjadi semacam ‘dapur pengawet’ ilmu-ilmu keislaman zaman klasik. Buku-buku yang ditulis oleh ulama’ salaf (terdahulu) atau yang biasa disebut dengan kitab kuning menjadi ‘menu’ wajib dalam kurikulum pendidikannya. Pengusaan terhadap hazanah klasik menjadi ciri khas yang harus dimiliki oleh para santri dan alumni pesantren. Bahkan, minimnya pengusaan terhadap kitab kuning dianggap sebagai santri yang kurang berhasil dalam menimba ilmu dan ‘tidak pantas’ menyandang status santri. bekerja keras tersebut bukanlah semata-mata untuk menyambung keberlangsungan hidup, tetapi merupakan suatu ‘panggilan’ (beruf, calling). Panggilan ini harus dipenuhi setiap hari agar lebih dekat dengan penyelamatan (surga). Dalam artian, bekerja merupakan tugas suci yang menjadi bagian dari doktirn agama; keberhasilan kerja di dunia menumbuhkan percaya diri bahwa ia adalah salah seorang yang ‘terpilih’. Kegiatan duniawi dianggap memiliki makna keagamaan. Oleh sebab itu, dalam doktrin Protestan, panggilan bukan sekedar pekerjaan atau kesibukan. Panggilan merupakan suatu kewajiban agama, takdir Tuhan yang diresapi secara sungguh-sungguh yang disertai cara hidup hemat dan lain-lain. Orientasi ini pada gilirannya akan membentuk pola tingkah laku yang disebut dengan Etika Protestan. Etika ini terserap dalam semua benak pemeluknya yang kemudian melahirkan apa yang oleh pengikut Weber diistilahkan dengan ‘etos’.